Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tidak Semudah Itu, Ferguso!




Sekali Dayung Dua Danau Terlampaui.

“Manusia adalah binatang yang berpikir. Kalau manusia tidak berpikir atau tidak menggunakan akalnya, maka yang tinggal dari manusia tersebut hanyalah binatangnya saja.” - Aristoteles. 

Manusia memang menjadi satu-satunya makhluk hidup yang diciptakan oleh Tuhan dengan sangat istimewa, bagaimana tidak? Manusia menjadi satu-satunya makhluk yang diberikan hak untuk menentukan pilihan hidupnya. Bahkan, pilihan itu juga diberikan hingga di fase kehidupan setelah kematiannya. Ingin tinggal di surga atau neraka? Tapi dua tempat itu malah sering menjadi tujuan dari setiap amal peribadatan manusia, bukan Penciptanya.

Sebagai “binatang” yang berpikir seperti kata Aristoteles di atas yang tentu saja bukan berarti manusia adalah benar-benar binatang secara harfiah. Manusia sering menemui pilihan-pilihan dalam hidupnya, memilih ini atau itu, memilih begini atau begitu, memilih satu atau dua dan berbagai pilihan lainnya yang sering manusia temui. Namun kerap terjadi pilihan lebih dari satu dengan tanpa mengukur kapasitas yang dimiliki. 

Tak dapat dipungkiri pula bahwa menentukan pilihan hidup memang sering membuat pusing kepala. Dalam dunia kerja misalnya? Maksud hati ingin tetap bersikukuh sesuai passion, tapi kok gak ada opportunity. Tapi jika mengambil opportunity, kok tidak sesuai passion. Ah, sejak dulu begitulah hidup, dilemanya tiada akhir. Kata paman mengklise kalimat legendaris dari Jenderal Tiang Fang.

Setiap orang berhak merencanakan kehidupan yang ideal menurut pribadinya masing-masing. Ingin bekerja sesuai dengan minat dan bakatnya, supaya dalam pekerjaannya dia tidak merasa bekerja, tapi seperti bermain-main dengan riang gembira. Tetapi opsi itu tidak semua orang bisa memilihnya. Sebab, di bawah langit dunia ini ada jutaan manusia yang harus bekerja keras tanpa bisa memilih pekerjaan apa yang sesuai dengan passion-nya. Yang terpenting pekerjaan itu halal dan dapat menghasilkan pundi-pundi rupiah untuk mencukupi kebutuhan keluarganya di rumah.

Keterbatasan memang bukan pagar beton yang menjadi penghalang untuk sebuah impian yang mampu menebas cakrawala. “Mimpi adalah kunci untuk kita menaklukan dunia,” demikian salah satu lirik lagu berjudul “Laskar Pelangi” yang pernah aku dengarkan sewaktu kecil dulu.

Kita tidak tahu apakah menjadi tukang kayu adalah passion Jokowi, tapi nyatanya sekarang ia duduk di kursi orang nomor satu negeri ini. Kita juga tidak tahu apakah menjadi driver ojek online adalah passion Nadhim Makarim, tapi hal itu yang mengantarkannya menjadi pahlawan bagi para driver ojek hampir di seantero Indonesia. Pun kita sama-sama tidak tahu apakah menjadi tukang foto copy adalah passion Chairul Tanjung, tapi sekarang ia menjadi salah satu konglomerat dunia dengan usia masih tergolong muda. 

Apapun yang kita kerjakan pasti ada sisi yang harus dipertanggungjawabkan, ada pula sisi yang terkadang harus dikorbankan.

Semakin hari kita juga akan menghadapi pilihan bahwa hidup kita ini jangan hanya memikirkan diri sendiri. Jangan karena mengejar passion sampai lupa mission. Semakin dewasa kita tidak boleh egois. Beridealis silahkan, berambisi juga boleh, tapi sesekali kita juga perlu menoleh keluarga di rumah. Ayah dan ibu usianya sudah menua, tubuhnya tak lagi kekar dan bertenaga. Adik butuh uang jajan dan SPP sekolah, belum lagi tanggungjawab atas pemenuhan kebutuhan hidup yang lainnya. Rasanya ayah dan ibu sudah terlalu renta untuk menanggung semua itu sendirian.

Apakah aku mengajak kalian untuk meninggalkan passion? Oh, tidak. Passion itu penting, passion is good, sebab pekerjaan terbaik adalah hobi yang dibayar. Tapi, sebenarnya juga tidak begitu-begitu amat sih. Maksudnya ketika kita mengerjakan apa yang kita cintai, niscaya kita akan bekerja dengan gembira.

***

Salah satu keistimewaan manusia adalah kepemilikannya terhadap sikap ambisius. Sejauh ini tidak ada makhluk yang bisa menggebu-gebu dalam mengejar sesuatu selain manusia dengan daya saving atas kepemilikan yang baik serta daya managing yang ciamik. Selain manusia, adakah makhluk hidup di dunia ini yang bisa seperti itu?

Manusia memang terkadang sangat ambisius dalam pelbagai hal ihwal. Ingin mengerjakan banyak hal dalam satu waktu yang bersamaan. Memang kondisi zaman memaksa manusia untuk dapat bekerja secepat mesin yang dia ciptakan sendiri. Sampai terlupa bahwa, untuk menumbuhkan sesuatu kita harus punya keseimbangan. Harus sama-sama sehat, sama-sama kuat.

Seseorang tidak bisa dipaksakan untuk memberikan nafas kehidupan di banyak tempat dalam satu waktu yang bersamaan jika dirinya sendiri tidak memiliki kesehatan tubuh yang baik. Ketika satu bagian tubuh mengalami gangguan kesehatan, maka seluruh tubuh juga ikut merasakan sakitnya. Seperti halnya ketika di satu sisi keadaan seseorang mengalami kurang sehat, maka di satu sisi keadaan yang lain juga akan terkena imbasnya.

Seseorang memang membutuhkan waktu khusus untuk konsen pada sebuah tujuan yang hendak dicapai dan merampungkan satu per satu pekerjaannya. Meskipun di dalam dadanya menggumpal ambisi yang besar dan menggelora untuk mengerjakan hal ini dan itu dalam sekali kayuh atau seperti pepatah “sekali dayung dua pulau terlampaui.” Tetapi pada kenyataannya tidak semudah itu, Ferguso! 

~

2 comments for "Tidak Semudah Itu, Ferguso!"