Purnama Yang Padam
Oleh. Kang Shol
Setitik cahaya itu adalah engkau,
menyapaku dalam gelapnya malam.
Kau dekap aku dengan ketulusan rasa
dan karsamu.
Aku hanyalah butiran-butiran debu
tak bertuan yang berhamburan dalam ruang dan waktu;
Hingga kemudian kau datang mengumpulkanku
dalam satu ruang kedap suara di dalam qalbu kita.
Aku yang berceceran;
Aku yang terombang-ambingkan;
Aku yang tak kuasa menahan derasnya
ombak kegaduhan;
Aku bagaikan butiran embun pagi
diatas dedaunan talas;
Sampai kau datang mendekapku dengan
senyum dan ketulusanmu;
Membuat diriku nyaman dan merasa
aman, bersamamu.
Engkaulah purnama itu. Menerangi
langkahku dalam segala liku. Menemaniku dalam sepi dan sunyi malamku. Memberikanku makna akan sebuah kesabaran.
Tapi kini, purnama itu telah
tenggelam. Menyisakan sesak kerinduan yang tak berpungkasan. Rindu yang tak
berujung. Rindu yang kan terus menggulung. Bagai riuk ombak yang menggulung lautan. Bagi halilintar yang menyerbu keheningan.
Kau telah kembali kedalam pelukan
kekasih sejati. Medekap dan didekap penuh kemesraan.
Akankah kau rela menantiku, sampai waktu menyatukan
jiwa kita. Abadi dalam kesejatian cinta yang sesungguhnya.
Kita adalah jiwa-jiwa yang
terpisah, oleh dunia dan barzah. Kita sama-sama menanti, sama rasa sama rindu.
Kita sama-sama sedang menanggung candu. Menanggung beban perih rasa rindu.
Rindu yang abadi adalah saat kita
bertemu dalam pertemuan yang sejati, bersama kekasih yang sejati. Yang kekal
dan abadi.
Kita sama-sama menantikan pertemuan
itu. Kita bersama bercita-cita menaiki pelaminan cinta kita, diatas 'arsy disinggasana syurga. Bersaksikan seluruh penghuni semesta, malaikat dan Kekasih sejati kita semua.
Aku masih merindukanmu, dalam peluk
mesra cinta kita. Mimpiku adalah denganmu. Anganku selalu bersamamu. Kaulah separuh jiwa itu. Kaulah hembus nafas itu. Kaulah semangat djuang itu.
Aku adalah kau, dan kau adalah aku.
Aku dan kau adalah kita.
Wahai Rembulan Purnamaku.
Post a Comment for "Purnama Yang Padam"