Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Mimpi dan Upaya-Upaya Menafsirkannya

Mimpi adalah pengalaman bawah sadar yang melibatkan penglihatan, pendengaran, pikiran, perasaan, atau indra lainnya dalam tidur,[1] terutama saat tidur yang disertai gerakan mata yang cepat (rapid eye movement/REM sleep).  Kejadian dalam mimpi biasanya mustahil terjadi dalam dunia nyata, dan di luar kuasa pemimpi. Pengecualiannya adalah dalam mimpi yang disebut lucid dreaming. Dalam mimpi demikian, pemimpi menyadari bahwa dia sedang bermimpi saat mimpi tersebut masih berlangsung, dan kadang-kadang mampu mengubah lingkungan dalam mimpinya serta mengendalikan beberapa aspek dalam mimpi tersebut.  Pemimpi juga dapat merasakan emosi ketika bermimpi, misalnya emosi takut dalam mimpi buruk. Ilmu yang mempelajari mimpi disebut oneirologi.[2]

Seorang teman mendatangi saya dan bercerita tentang ibunya:

Saya memiliki seorang ibu yang menurut saya memiliki intuisi yang tajam. Kepekaan hatinya sangat kuat. Bahkan, seringkali sebelum mengalami peristiwa tertentu, ia mengalami firasat tertentu yang seolah-olah memberikan isyarat kepadanya. Mulai dari mata yang kedutan (getar terus menerus), sampai mimpi yang dialami hingga berulang kali.

Di dalam khasanah masyarakat Jawa, hal-hal semacam itu bisa menjadi pertanda tertentu yang jika mampu membaca maksudnya maka mampu memahami maknanya, sehingga mampu menekan kesedihan atau kebahagiaan yang akan hadir setelahnya. Beberapa orang memang dianggap waskito: tahu sebelum winarah. Orang-orang seperti ini biasanya mampu mengantisipasi luapan-luapan atas perasaannya sendiri, tidak berlebihan dalam bersedih dan berbahagia. Dan, orang-orang seperti ini biasanya dijadikan rujukan bertanya seputar permasalahan hidup oleh masyarakat sekitar.

Kepekaan tersebut memang ada yang dilatih, tetapi ada juga yang entah dari mana datangnya. Dilatih, misalnya dengan melakukan riyadah berupa puasa, wirid, dsb. Tidak dilatih, misalnya seperti ibu dari temanku tadi. Entah dari mana dia memperolehnya, tiba-tiba kepekaan itu hadir begitu saja. Tanpa tahu asal-muasalnya.

Ilmu pengetahuan masih belum menjelaskan mengapa beberapa manusia tampaknya lebih kuat dan lebih tajam intuisinya daripada orang lain. Hal ini karena ada beberapa individu langka yang memiliki kemampuan psikis lebih kuat dari yang lain.

Intuisi merupakan alarm hati, bahwa ada sesuatu yang wajar atau kurang wajar. Intuisi tersebut datang dari nurani tertinggi atau bagian terdalam dari diri manusia, yaitu alam rohani. Batin bawah sadar adalah batin kolektif atau batin semesta, batin yang terhubung dengan semua batin individu pada seluruh alam semesta. Mungkin hal ini yang sedikit menjelaskan bagaimana manusia-manusia tertentu memiliki kemampuan membaca pikiran orang lain. Atau tentang bagaimana orang-orang yang peka mampu menangkap isyarat atau informasi tentang pelbagai macam hal. Munculnya sinyal tersebut tergantung pada kepekaan dari masing-masing manusia. Bagi yang penglihatannya peka (clair voyance) akan menangkap sinyal itu dalam bentuk gambaran visual (biasanya dalam bentuk mimpi ketika tidur), yang pendengarannya peka (clair audience) akan menangkapnya dalam bentuk suara atau bisikan. Sementara yang perasaannya peka (clair sentience) menangkap sinyal itu dengan perasaannya. Intuisi itu sendiri adalah kemampuan psikis yang akrab dikenal sebagai firasat, atau daya tangkap manusia untuk merasakan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Pada dasarnya setiap orang memiliki intuisi yang kuat dan berpotensi sama. Karena memang sudah ter-build in atau ter-install di dalam diri setiap manusia. Misalnya, seorang bayi dan ibunya berkomunikasi dengan cara saling memahami melalui rasa, melalui intuisi. Namun ketika beranjak dewasa mereka dididik untuk lebih mengasah pikiran dan kecerdasan otaknya dan cenderung mengabaikan perasaan, maka intuisi ini pun semakin pudar, tumpul bahkan mendekati hilang. Beberapa manusia memiliki bentuk intuisi yang khas dalam dirinya, baik itu memperoleh intuisi dari mimpi, atau dalam bentuk rasa hati, maupun rasa di tubuh.

Perihal mimpi, masyarakat Jawa memiliki metodenya sendiri dalam menafsirkan sebuah mimpi. Suatu hari saya bertanya tentang mimpi yang saya alami kepada seseorang yang disepuhkan oleh masyarakat di daerah setempat. Sebelum menjawab, dia bertanya: “kapan kamu mengalami mimpi tersebut?” Kemudian dia bertanya pukul berapa saya mulai tidur, berapa lama saya tidur dan berapa jam jarak antara mimpi saya dengan waktu di awal saya tertidur.

Masyarakat Jawa memiliki keyakinan bahwa tidur yang terlampau lama, sekalipun bermimpi biasanya adalah mimpi yang tidak ada maknanya atau mimpi karena efek saking lamanya tidur. Tidur yang terlampau lama itu misalnya, tidur dari pukul tujuh malam sampai bakda subuh. Sementara tidur yang secukupnya jika mengalami sebuah mimpi, biasanya memiliki makna tertentu.

Sebenarnya manusia meraih berbagai informasi yang bersifat intuisi itu ialah saat gelombang otaknya memasuki gelombang ‘alpha-theta’, yaitu gelombang otak yang frekuensinya rendah. Sebuah mekanisme yang terjadi pada saat manusia tidur. Dalam keadaan sadar, otak manusia bergetar pada gelombang yang disebut ‘beta’. Tetapi begitu kedua mata terpejam atau tertidur, gelombang otak kita turun ke alpha, theta dan terus masuk ke delta ketika kita tertidur pulas tanpa mimpi. Setelah itu, otak manusia kembali memasuki gelombang theta lalu kembali lagi ke fase alpha lalu balik lagi ke fase theta, demikian seterusnya.

“Kalau kamu mimpinya setelah pukul 12 malam, itu ada maknanya. Tapi, kalau kamu mimpinya sebelum pukul 12 malam. Itu namanya kamu kekenyangan tidur.” Demikian kata orang sepuh itu kepadaku.

Anda tentu pernah bermimpi, bukan? Entah itu mimpi sebagai intuisi atau hanya sekadar bunga-bunga tidur.

Jadi, andai manusia tidur selama 8 jam, biasanya selama 30 menit sampai 90 menit ia berada di fase-fase tanpa mimpi atau tidur pulas. Itu sebabnya orang kalau baru tertidur biasanya sulit dibangunkan. Satu jam pertama adalah fase di mana orang tidur lelap. Kemudian selama 30-60 menit setelahnya, turun ke theta lalu sisanya di alpha. Pada fase alpha-theta inilah, manusia memasuki batin bawah sadar dan supra sadar sehingga seringkali menangkap hal-hal yang sifatnya intuitif melalui mimpi.

Demikianlah yang menjadi alasan bagi masyarakat Jawa saat ingin menafsirkan mimpi, seringkali melihat terlebih dahulu jam berapa kira-kira mimpi itu terjadi. Karena mimpi yang dianggap bermakna adalah mimpi yang terjadi pada jam-jam tertentu, pada saat gelombang otak kita bergetar pada fase alpha-theta. Begitu memasuki gelombang otak alpha-tehta, maka kita akan menangkap berbagai sinyal dan rambu-rambu yang memang diberikan oleh-Nya.

AE, 18 September 2020.

1 comment for "Mimpi dan Upaya-Upaya Menafsirkannya"