Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Bagaimana Cinta Bisa Memperbudakmu?





Akhir-akhir ini, entah karena alasan apa dan entah atas dasar apa? Tiba-tiba di kalangan anak-anak muda muncul istilah budak cinta (bucin). Sehingga sekilas di pendengaran kita, dunia asmaraloka seolah-olah menjadi dunia perbudakan antara sepasang anak manusia yang sedang kasmaran. Namun, terlebih dahulu mari kita selaraskan sudut pandang di antara kita supaya tidak terjadi kesalahpahaman. Oke?

Dalam tulisan ini aku tidak bermaksud menghimbau ataupun menganjurkan yang namanya pacaran. Namun pacaran pun tidak bisa serta-merta dikonotasikan sebagai perbuatan yang selalu mendatangkan keburukan dan kemudlorotan. Seperti yang kita ketahui, bahwa tidak semua agama melarang yang namanya pacaran. Mungkin hanya satu saja.

Di era sekarang ini, era four point zero (4.0). Semua hal telah berkamuflase menjadi serba modern, tidak terkecuali pacaran yang juga turut meramaikan khazanah kemodernan tersebut. Rasanya percuma jika harus gembar-gembor melarang dua anak manusia yang sedang terjangkit kasmaran untuk melakukan pertemuan alias pacaran. Hari ini pacaran tidak harus dilakukan dalam satu tempat duduk saja, tidak harus bertemu secara langsung. Pacaran sudah bisa dilakukan secara virtual, via telepon genggam. Percuma melarang pertemuan, lha wong lewat HP saja sudah bisa akung-akungan.

Sudahlah jangan terlalu mengekang anak muda untuk berpacaran. Asal sudah cukup umurnya dan otaknya sudah tumbuh dengan baik. Aku rasa tidak perlu terlalu mengkhawatirkan mereka, asalkan tetap dipantau saja, jangan dibiarkan seenak udelnya sendiri. 

Apakah Anda juga pacaran? Oh, soal itu adalah prinsip pribadi dan mungkin juga prinsip sebagian orang di luar sana, jadi aku tidak bisa menyama-ratakan. Namun, aku bukan termasuk orang yang membenci atau bahkan menghardik orang pacaran. Dengan syarat dia bukan bocah SD yang belum mampu membersihkan ingusnya dengan baik, dan kalau dia masih sekolah, jangan sampai melalaikan kewajibannya sebagai pelajar. Intinya berpacaranlah dengan baik dan benar. You know?

Aku ulangi sekali lagi, percuma melarang anak-anak muda zaman sekarang untuk pacaran. Sedangkan hampir di semua lini media massa menayangkan adegan itu. Lihat saja tayangan di televisi dan di media sosial sebagai dua media yang paling akrab dengan kehidupan sehari-hari anak-anak muda sekarang. Mayoritas menayangkan yang namanya adegan pacaran. Memang benar setiap hari Anda mendidik anak-anak untuk tidak pacaran, tapi Anda juga perlu tahu bahwa setiap hari media massa yang mereka konsumsi juga menyediakan tayangan tersebut. Jadi sama aja alias non-sense.

Kita kembali ke topik utama...!!! Sampai aku cetak tebal loh tulisannya. 

Jadi, budak cinta itu istilah yang kasar. Bahkan, menurut aku kasar sekali. Pengistilahan untuk hal-ihwal yang lebih banyak menghadirkan kelembutan dan keindahan, dibanding kekerasan dan perbudakan. 

Aku ingin bertanya: Bagaimana cinta bisa memperbudakmu? 

Aku memiliki keyakinan bahwa seseorang yang benar-benar sedang berada dalam lingkaran cinta tidak akan pernah merasa bahwa dirinya diperbudak oleh orang yang dicintainya. Ia rela melalukan apa pun yang diminta oleh kekasihnya, karena ia tahu, bahwa apa yang dilakukannya itu akan membuat hati kekasihnya bahagia. ─Melihat Laila bahagia adalah kebahagiaan bagi Qais Majnun.─ 

Orang yang di dalam hatinya sedang dipenuhi madu cinta tidak akan merasa berkorban, tidak akan merasa itung-itungan, dan tidak akan merasa bahwa dirinya adalah budak. Sebab cintalah yang sesungguhnya telah membawa hatinya dan menggerakkan raganya untuk melakukan semua itu. 

“Cinta itu engga pake itung-itungan. Kalo udah mulai mikir pengorbanan itu namanya kalkulasi.” (Sujiwo Tejo)

Jika cinta kepada sesama makhluk saja mampu membuat seseorang hingga sedemikian adanya, bagaimana jika cinta itu ditujukan kepada Dzat yang menjadi asal-muasal semua kehidupan ini? Dzat yang telah menciptakan manusia yang ia cintai. Dan bagaimana jika ternyata cinta kepada ciptaan itu adalah tahap pembelajaran bagi seseorang untuk menggapai cinta yang sesungguhnya dari Dzat Yang Maha Cinta.

Pernahkah Anda mendengar kisah seorang ibu yang rela mati demi menyelamatkan nyawa anaknya? Pernahkah Anda mendengar kisah seorang pemuda yang rela meninggalkan segala keseruan dan kebebasan kehidupan di masa muda demi menggapai apa yang ia cintai? Pernahkah Anda mendengar kisah sepasang kekasih yang saling berjuang demi bersatunya cinta mereka, demi terwujudnya impian mereka? Dan aku rasa masih tersimpan banyak kisah yang menuturkan tentang dahsyatnya kekuatan cinta. 

Qais seorang putra raja bisa berubah menjadi majnun karena cintanya kepada Laila. Rumi bisa menciptakan tarian rumi (sufi) hanya karena mendengar seorang pandai besi yang memukul-mukul besi dan ia kira itu adalah dentuman palu yang menyebutkan asma Allah SWT. Masih ingat dengan kisah Rabi’ah Al Adawwiyah yang rela tidak menikah karena merasa tidak bisa membagi antara cintanya kepada Tuhan dan cinta kepada suaminya?

Sampai di sini aku ingin mengulangi pernyataanku lagi, bahwa istilah budak cinta itu terlalu kasar, cobalah cari diksi yang lain. Misalnya abdi cinta. Antara abdi dan budak jelas berbeda.

Cinta itu tidak mungkin memperbudakmu, apalagi membunuhmu. Ahh, sudahlah. Rasanya aku terlalu dini untuk menguraikan terlalu banyak tentang cinta. Karena, ketika aku jatuh cinta, aku merasa malu terhadap semua. Itulah yang dapat aku katakan tentang cinta.

AE, 4 Juli 2020.

Post a Comment for "Bagaimana Cinta Bisa Memperbudakmu?"