Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Praktik Politik Yang Sudah Melenceng Dari Khittah-nya




Kata politik bukanlah kata yang asing lagi dalam pendengan kita, entah kita mendengarnya dari televisi, radio, koran atau media lainnya. Pada dasarnya politik sendiri sudah sering dilakukan oleh setiap orang, dan menurut hemat saya politik itu merupakan unsur kehidupan dari manusia. Mengapa saya beranggapan seperti itu, sebab dalam pengertiannya menurut KBBI poltik diartikan sebagai suatu cara bertindak dalam menghadapi masalah atau menangani suatu masalah dengan bijaksana. Hematnya suatu perbuatan yang berhubungan dengan siasat, kepentingan dan penyelesaian masalah. Seseorang pasti pernah melakukan politik, dalam skala yang terkecil, maka tidaklah bisa dikatakan kalau orang itu tak pernah melakukan tindakan politik. Misalnya Anda memiliki sepotong roti, lalu saat itu adik Anda meminta roti tersebut dan disaat yang bersamaan pula anak tetangga Anda juga meminta roti tersebut. Saat itu mau tidak mau Anda akan melakukan siasat untuk memberikan roti tersebut kepada salah satu atau membagi sama rata roti tersebut. Dalam hal ini secara tidak langsung Anda sudah melakukan politik, namun dalam skala yang kecil. Posisi politik disini adalah sebagai siasat dalam berbagi.

Jika kita tarik ulur dari sejarahnya, sulit diketahui sejak kapan politik itu ada dan diterapkan, namun sepemahaman saya bahwa politik sudah pernah diterapkan pada zaman Rasululloh SAW. Tidak dapat dibantahkan bahwa Rasululloh merupakan manusia yang ahli dalam berbagai bidang ilmu, termasuk ilmu berpolitik yang tidak jarang kemahiran berpolitik tersebut membuat beliau menang dalam peperangan. Namun antara politik yang digunakan Rasululloh dengan politik yang diterapkan oleh politikus saat ini sudah jauh berbeda dari teladan Rasulullah. Jika dulu Rasulullah berpolitik untuk kepentingan seluruh umatnya guna mendapatkan suatu kemenangan atau kekuasaan dengan menjadi seorang pemimpin yang beliau gunakan untuk memimpin umatnya juga. 

Keadaan tersebut berbanding terbalik dengan perpolitikan di era sekarang ini, dimana siasat politik hanya digunakan untuk kepentingan golongan-golongan tertentu dan sebagai sarana mencapai kekuasaan saja, tak jarang para pemenang politik meminoritaskan golongan-golongan tertentu yang tak sepaham dengan golongannya. Karena perpolitikan saat ini mengemban prinsip “tak ada lawan dan kawan yang abadi”, maka kesimpulannya jika mereka berani berpolitik berarti harus berani memusuhi yang awalnya menjadi sahabatnya dan bersahabat dengan yang awalnya menjadi musuhnya. Banyak yang karena ingin mencapai tujuan politiknya mereka tak segan-segan menginjak bahkan menendang lawan politiknya, saya menyebutnya dengan politik kodok, yaitu politik demi mencapai puncak kejayaan dengan menginjak-injak kepala lawannya. Jika dahulu para foundhing father berjuang, berpolitik, berperang untuk kepentingan rakyat Indonesia, sekarang perjuang itu berpolitik untuk kepentingan parpol beserta koalisinya.

Menurut hemat saya, model politik sebagaimana Rasululloh contohkan sebenarnya pernah dicoba untuk diterapkan oleh salah seorang politikus Tanah Air, beliau adalah KH. Abdurrahman Wahid atau akrap dipanggil Gus Dur. Presiden RI keempat ini pernah menerapkan model politik sebagaimana Rasulullloh teladankan, yaitu berpolitik untuk kepentingan seluruh umat. Dalam masa pemerintahannya beliau mencoba menyatukan seluruh lapisan masyarakat mulai dari rakyat jelata, pejabat negara hingga ormas-ormas besar yang ada di Indonesia. Hal itu beliau lakukan dengan jabatan dan wewenang yang beliau miliki saat itu. Equality Be For The Law adalah prinsip hukum pidana yang coba beliau terapkan pada masyarakat Indonesia. Namun dalam kepemimpinannya yang terkesan nyleneh itu tak jarang beliau mendapat cibiran dan kritikan pedas dari rekan-rekan kerjanya di birokrasi pemerintahan, beliau disebut-sebut sebagai politikus yang tidak bisa berpolitik, politikus yang gagal produk dan berbagai cemoohan lain yang tertuju pada beliau.

Kendati periode kepemimpinanya tak berlangsung lama sekitar 1,5 tahun, Gus Dur akhirnya dilengserkan dari kursi jabatannya, waktu yang cukup singkat untuk jabatan seorang presiden RI di mana sekarang pemimpin di Indonesia kalau menjabat tidak sampai dua periode tidak puas. 

Bahkan tidak jauh dari tragedi itu, Gus Dur pun pernah diusir dari kursi politiknya, selaku pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) beliau di droub out yang meurut saya lagi juga dengan cara yang tidak terhormat, seorang pendiri partai i usir dari partainya sendiri. Namun ini adalah dunia politik dimana tiada kawan dan lawan yang abadi. Dalam praktik politiknya, beliau sering kali berkata jujur, seperti saat beliau diminta untuk tutup mulut dalam kasus korupsi misalnya, kerap beliau tak mampu menjaga rahasia dan malah cenderung menjebloskan rekan kerjanya sendiri ke pihak KPK, suatu tindakan yang mengundang banyak gerutu dari banyak pihak. Oleh sebab itu pada masa pemerintahannya banyak pejabat-pejabat yang terkena pecat akibat tersandung kasus korupsi, dsb.

Gaya berpolitik Gus Dur yang tidak bisa diajak kompromi atau kongkalikong, membuat banyak kawan maupun lawan kerja beliau menjuluki Gus Dur sebagai “Seorang yang sukses menjadi Kyai, namun gagal menjadi seorang politikus”.

Saya mencoba menyimpulkan dari ringkasan saya diatas. Menurut hemat saya pada dasarnya seseorang itu pernah melakukan apa yang disebut dengan politik, hanya saja berbeda dalam skalanya. Kurang setuju apabila seseorang dikatakan atau mengaku bahwa ia tidak pernah berpolitik, mereka hanya tidak sadar saja bahwa ia sedang melakukan politik. Mengapa ulama-ulama seperti Habib Munzir bin Fuad Al Musawa (alm), Habib Lutfi Bin Yahya dan beberapa Kyai  besar jarang yang mau nimbrung dalam hiruk biruk dunia politik, karena beliau merasa bahwa politik bukan dunia mereka dan lebih menyerahkan kepada orang-orang yang lebih ahli dan berani dalam bidang tersebut. Hati orang-orang seperti beliau yang terlalu jernih membuat banyak ulama gagal dalam dunia politik, sebagaimana pernah terjadi pada sejarah pahlawan kita Tuanku Imam Bonjol yang mencoba berpolitik namun termakan oleh politik dari sekutu-sekutu penjajah.

Saya prihatin melihat perpolitikan di Indonesia saat ini, dimana para politikus tidak lagi berpolitik menurut khittoh-nya yaitu bertujuan untuk kepentingan umat atau rakyat, mereka berpolitik hanya untuk kepentingan golongan tertentu saja. Dianggap perusuh bahkan hama bagi politikus dengan modelnya seperti Gus Dur, sehingga tak jarang orang-orang seperti beliau cepat-cepat disingkirkan dari jabatan politiknya. Sudah terlalu banyak contohnya saat ini.

Mengapa Indonesia mudah diambil alih atau terombang ambing oleh pihak asing atau aseng dalam beberapa aspek kenegaraan, khususnya politik? Sebab Indonesia yang sekarang ini sangat lemah dalam bidang politik.


Post a Comment for "Praktik Politik Yang Sudah Melenceng Dari Khittah-nya "